Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) meminta pelaku usaha memenuhi ketentuan keamanan pangan. Permintaan ini menyusul banyaknya kasus pangan tak aman dan berbahaya di pasaran.
Kepala BPOM Penny K. Lukito mengatakan saat ini yang menjadi masalah. Dan masih terus menjadi masalah klasik di Indonesia adalah keracunan dan diare akibat produk-produk yang tidak aman.
“Ada bahan berbahaya yang terkandung di produk pangan kemudian memberikan efek langsung seperti keracunan.” Ujarnya saat ditemui di sela-sela peringatan Hari Keamanan Pangan Dunia 2019 di Jakarta, Ahad (30/6).
Karena itu, ia meminta pelaku usaha maupun masyarakat harus melakukan pengawasan pangan bersama-sama. Terlebih, ia menyebut pelaku usaha sekarang inovatif menjual produknya. Karena itu, ia menyebut industri pangan juga ikut bertanggung jawab dalam memproduksi dan mengedarkan produk aman.
“Industri tetap harus memenuhi ketentuan terkait aspek keamanan pangan dan bahannya yang higienis,” ujarnya.
Ia menambahkan, BPOM melakukan pembinaan pada pelaku usaha terutama usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang sangat inovatif dalam pemrosesan pangan. Ia menegaskan hal ini penting dilakukan karena tak jarang efek mengkonsumsi makanan yang tak memenuhi aspek keamanan yang baru dirasakan dalam jangka panjang.
Akhirnya ini menggerogoti dan menurunkan fungsi organ tubuh individu. Ia mencontohkan kasus bayi bertubuh pendek (stunting) yang sangat ditentukan di periode 1.000 hari pertama kehidupan (HPK) karena pangan sang ibu yang tidak memenuhi standar keamanan.
Penny menyebut stunting tak hanya memengaruhi tinggi dan berat badan melainkan juga pertumbuhan otak. Akibat jangka panjangnya adalah produktivitas anak dalam memberikan kontribusi dalam pembangunan bangsa. “Jadi aspek keamanan pangan sangat penting. Aspek keamanan ini terkait mutu dan kualitas pangan,” katanya.