Dalam persaingan dunia bisnis yang semakin global, dituntut ketepatan, kecepatan dan akurasi data yang tinggi, di mana data-data tersebut dapat diwakili oleh kombinasi garis-garis hitam dan putih yang kita kenal dengan sebutan barcode, tulisan yang hanya dapat dibaca oleh perangkat scanner.
Sistem penomoran atau pengkodean (barcode) akan memudahkan produsen dan penjual untuk melakukan pengontrolan stok, bahan mentah, nomor batch, tanggal kedaluwarsa, tanggal produksi, lokasi produksi, aset ataupun informasi lain yang dibutuhkan pada produk barang, jasa, prasarana, satuan transport, dan lokasi perusahaan anda.
Koordinator Konsultan Pusat Layanan Usaha Terpadu (PLUT) UMKM Aceh, Pujo Basuki mengatakan, hingga saat ini barcode masih menjadi kendala bagi para pelaku UMKM di Aceh. “Salah satu kendala yang ada di dunia usaha di Aceh ini adalah masalah barcode, karena belum ada pelaku usaha yang mendaftarkan usaha mereka pada perusahaan penyedia layanan registrasi tersebut. Mungkin karena biaya, tapi menurut saya biayanya tidak terlalu mahal,” ujar Pujo.
Sejumlah pelaku UMKM, sebut Pujo sudah pernah mendapat sosialisasi akan pentingnya barcode bagi usaha mereka. “Sosialisasi langsung disampaikan oleh perusahaan penyedia layanan registrasi dunia yang mewakili Indonesia yakni GS-1,” ujar Pujo.
Keuntungan produk yang sudah menggunakan barcode, sebut Pujo, tidak hanya akan memudahkan saat pembayaran di kasir, melainkan juga bisa menginformasikan banyak data terkait dengan produk yang dijual. Selain itu, juga akan memudahkan produk untuk bisa dijual ke pasar ritel.
Jacky, pemilik usaha UMKM Nozy Juice di Banda Aceh, mengaku bahwa pembiayaan yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan barcode, memang menjadi beban tersendiri untuk pelaku UMKM. “Hal ini disebabkan karena pelaku UMKM juga harus berpikir tentang pemasaran dan promosi, selain itu keberadaan barcode memang belum menjadi prioritas bagi pelaku UMKM,” sebutnya.
Kendati demikian, Jacky juga menyatakan bahwa keuntungan yang didapat oleh produk yang sudah memiliki barcode juga lebih besar. Ia mencontohkan produk yang diproduksinya sendiri, yakni juice buah tanpa pengawet yang kini sudah menembus pasar ritel.
“Kami berusaha dengan keras untuk memasarkan produk juice kami ke pasar besar seperti Indomaret. Kini Nozy Juice sudah mendapat barcode yang dikeluarkan oleh Indomaret,” katanya. Perkembangan produk-produk lokal, sebut Jacky, sangat tergantung pada keinginan masyarakat lokal untuk mengonsumsi produk lokal itu sendiri. “Kenapa saat ini produk lokal masih terkendala pasar? Saya pikir salah satunya karena tingkat konsumsi masyarakat terhadap produk lokal masih rendah,” ujarnya.
Diharapkan, masyarakat juga lebih memperhatikan keberadaan produk lokal, sehingga pemasarannya bisa lebih baik. Ketika pasar lokal membaik, maka produk UMKM bisa menembus pasar ritel di Indonesia.
Senada dengan itu, Pujo Basuki juga menekankan agar UMKM pun bisa bekerja sama dengan swalayan berjaringan untuk meningkatkan kualitas produk dan kemasannya.