Setelah tahun 1500, di Kalkota, tidak ada lada yang didapat kecuali lada yang diwarnai dengan darah”. Voltaire, 1756
Ha! Bisa dipikir bahwa sebelumnya berbeda. Benar, sebagian besar rempah-rempah diwarnai dengan warna merah dalam perjalananya…
“Kapal-kapal cantik, buah karya orang Yunani, menimbulkan pusaran buih putih di sungai Periyar [sekarang jadi negara bagian Kerala, India]… datang membawa emas dan pergi mengangkut lada”, – seperti dilukiskan dalam sajak Tamil, yang bertanggal kira-kira tahun 200 masehi. Para pelaut Yunani berperan menjadi sentral utama perdagangan lada di pantai Malabar Kalkota sehingga salah satu penamaan lada dalam bahasa Sansekerta adalah yavanesta –“gairah orang Yunani” .
Orang Yunani bukanlah yang pertama dalam hal tersebut. Karena dua biji merica ditemukan di kedua lubang hidung mumi firaun Ramses II yang wafat duabelas abad sebelum kelahiran Yesus. Tapi selanjutnya orang Romawilah yang melakukan impor rempah-rempah dari “India” dalam jumlah besar.
Selain itu Gibon pernah menulis bahwa lada menjadi “bahan favorit yang digunakan dalam kuliner Romawi yang paling mewah”. Lebih dari satu ton lada dituntut oleh Alaric, Raja Gotik sebagai tebusan ketika mengepung Romawi pada awal abad V M. Jadi bukan segeromboralan prajurit yang menyelamatkan kota abadi itu, tapi ladalah yang menyelamatkannya…
Pliny the Elder (23-79 M) pengarang 37 jilid buku “Sejarah Alamiah” dengan penuh amarah pernah menulis “Setiap tahun India [sebenarnya: “Indies”, termasuk juga Indonesia] menguras kas kekaisaran Romawi sebanyak 50 juta sesterces”.
Di dekat kota Oberaden yang terletak di tengah-tengah Lembah Ruhr Jerman modern saat ini, dahulu terdapat kemah tentara Romawi yang terus bertambah besar dari tahun 11 s.d 8 S.M. Di daerah tersebut arkeolog Jerman menemukan benih ketumbar dan lada dalam penggaliannya.
Selama satu setengah milenia sebelumnya, ketika pertama kali Portugal berlayar ke Kalkota dengan menggunakan tiga caravel jelek, orang Romawi sudah melakukan pelayaran yang sama secara teratur dengan menggunakan kapal-kapal berukuran sangat besar, bahkan ukurannya mengalahkan ukuran kapal-kapal yang ada di jaman modern ini. Berdasarkan kesaksian ahli geografi Yunani kuno Strabo (63 S.M – 24 M), setiap tahun dikirim armada yang terdiri dari 120 kapal menuju India, yang mana masing-masing kapal tersebut menghabiskan waktu hampir setahun untuk pergi pulang. Diantaranya ada yang memiliki daya angkut yang sangat besar hingga seribu ton yang diatasnya ikut berlayar juga “marinir” Romawi: setiap kapal yang dimuati dengan rempah-rempah menjadi sebuah gudang yang memiliki layar.
Dengan dicaploknya Mesir setelah Cleopatra bunuh diri, Romawi mendapatkan jalan masuk langsung ke laut Merah, hal itu memungkinkan Romawi menyingkirkan semua perantara dan membuat rempah-rempah tersedia dalam jumlah cukup bagi lapisan masyarakat yang luas. Apa yang Anda pikirkan? Apakah hal tersebut akan tercapai dengan mudah tanpa menumpahkan darah dalam peperangan?Bagaimana dengan Kerajaan dagang Nabateans (yang memacarkan cahaya keajaiban kedua menurut skala saya sendiri – yang menyinari kota Petra dengan batu berwarna merah muda) yang memerintah negeri yang berada jauh di sebelah timur Hadhramaut sebagai penerus Ratu Sheba. Apakah mereka menyerahkan semua itu tanpa melakukan perlawanan?
Namun, dengan jatuhnya Roma harga rempah-rempah di Eropa lagi-lagi melambung hingga ke langit… Hingga sampai akhir abad XV sebelum Portugal memulai ekspansi maritimnya…
Orang Portugal banyak menulis tentang “kerajaan lada”, saya akan ceritakan hanya satu momentum yang menarik.
Ketika skwadron Vasco da Gama (1469-1524) mencapai Kalkota pada 20 Mei 1498 setelah hampir setahun bertolak dari Lisabon, calon admiral samudera Hindia ini sebegitu yakinnya bahwa dia telah mencapai tanah Prester John (Pada abad pertengahan di Eropa beredar legenda masyarakat tentang pemerintahan kristen yang penuh misteri yang katanya berada di salah satu tempat di Asia, yang ternyata berada di Etiopia) sehingga dia berlutut di depan patung ibunda dewa Krishna, Devaki dengan dewa hindu yang mungil di kedua tangannya dia mulai berdoa dengan khidmat: dia yakin kalau dia melihat patung perawan suci Maria. Dia terus berada dalam kesesatan itu dan ketika kembali ke Portugal dia melaporkan pengalamannya tersebut kepada raja Manuel I: jadi begitulah, dia telah berlayar sejauh 24 ribu mil (empat kali lebih jauh dari Columbus), menciptakan rekor pelayaran di laut lepas tanpa melihat daratan selama 90 hari (Columbus 33 hari). Kemudian dia mendirikan kerajaan dimana berdiam orang-orang kristen yang menyimpang, terutama mereka yang mendukung konsep Trinitas secara menyimpang.
Tapi yang terpenting – Vasco da Gama telah membawakan LADA!
Dan Manuel setelah menerima julukan “raja penjual bahan makanan”, tidak akan melewatkan kesempatan begitu saja. Ekspedisi selanjutnya baru dilakukan lagi pada tahun 1500 dibawah komando Pedro Alvaris Cabral. Tahun sama seperti yang ditulis oleh Volter. Tapi sebelumnya, sebelum Cabral mewarnai lada Kalkota dengan darah, dia telah membuka jalan ke Brasil…