Pemilihan kemasan produk yang tepat ternyata dapat mengurangi resiko terjadinya keracunan pada makanan. Hal ini bisa terjadi karena bakteri penyebab keracunan selain bisa berasal dari makanan itu sendiri, juga bisa dari kemasan yang tercemar.
“Untuk itu, penting bagi setiap pelaku usaha untuk bisa memilih kemasan produk makanan yang baik. Perhatikan apakah produk tersebut memiliki izin edar dan logo food grade,” kata Arie Listyarini dari Balai Besar Kimia dan Kemasan, Kementerian Perindustrian, di Jakarta, Kamis (17/11/2016).
Arie Listyarini ditanya terkait kasus keracunan makanan yang terjadi sepekan terakhir ini di Cianjur, Jawa Barat. Seperti diberitakan puluhan warga Cugenang, Cianjur terpaksa dibawa ke rumah sakit setelah menyantap nasi berwadah styrofoam saat pengajian. Mereka diduga mengalami keracunan makanan.
Arie menjelaskan, produksi kemasan untuk makanan seharusnya mengikuti tata cara pembuatan produk yang baik atau Good Manufacturing Practices (GMP) serta analisa bahaya dan pengendalian titik kritis atau Hazard Analysis and Critical Control Points (HACCP) mulai dari bahan baku, hingga proses pemasaran.
“Jika kedua hal itu dilakukan dengan benar, maka kemasan produk yang sampai pada konsumen akan terhindar dari pencemaran yang dapat membahayakan kesehatan,” ujarnya.
Pada produk berbahan styrofoam atau expanded polystyrene (EPS), jika dibuat secara tidak sempurna maka monomer styrene dalam produk yang terjadi akibat degradasi polystyrene akan berbahaya bagi kesehatan.
“Apalagi jika makanan yang disajikan dalam styrofoam masih panas. Monomer styrene yang dihasilkan akan lebih banyak lagi,” tutur Arie seraya menambahkan kemasan yg baik itu seharusnya melindungi produk dan menjaga tidak terjadi migrasi zat dalam kemasan ke produk.
Untuk perlindungan konsumen, lanjut Arie, Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) sebenarnya telah mengeluarkan peraturan nomor HK.03.1.23.07.11.6664 tahun 2011 mengenai pengawasan kemasan pangan. Sedangkan Kementerian perindustrian telah mengeluarkan aturan tentang logo tara pangan dan daur ulang.
“Dalam peraturan yang berlaku wajib tersebut ada persyaratan kemasan pangan yang harus dipenuhi industri. Bila tidak ada sertifikat atau hasil uji yang menunjukkan kemasan makanan telah sesuai regulasi, maka produsen pangan dalam kemasan tidak dapat izin untuk memasarkan produknya,” ucapnya.
Ditanya soal sosialisasi kemasan makanan yang aman di masyarakat, Arie Listyarini mengemukakan, pihaknya bersama Balai Besar POM dan dinas terkait rutin menggelar edukasi ke masyarakat terutama industri kecil dan menengah tentang bagaimana memilih kemasan produk yang baik untuk membungkus produksi makanan mereka.
“Sehingga produk makanan yang dibungkus dalam kemasan sampai ke masyarakat dalam keadaan tetap baik dan aman untuk kesehatan,” ucapnya.
Namun diakui Arie Listyarini, upaya yang harus terus dilakukan pemerintah adalah terkait pengawasan di lapangan. Karena ada saja para pihak yang bandel dengan menjual produk yang tak memenuhi GMP maupun HACCP.