Kemasan Makanan Dari Styrofoam Resmi Dilarang Penggunaannya di Bandung!

Dunia maya digemparkan dengan pernyataan Walikota Bandung, Ridwan Kamil, tentang pelarangan penggunaan kemasan makanan berbahan styrofoam per 1 November 2016 di Kota Bandung. Pernyataan ini sejalan dengan surat edaran Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan no SE.12/PSLB3/PS/PLB.0/8/2016 tentang Langkah-Langkah Pengurangan Sampah Sisa Makanan dan Wadah/Kemasan Makanan dan Minuman yang diterbitkan pada 3 Agustus 2016 lalu.

Kepala Badan Lingkungan Hidup Kota Bandung, Hikmat Ginanjar, menegaskan bahwa Pemerintah Kota Bandung mendukung segala upaya baik dalam pengurangan potensi pencemaran pada lingkungan. “Kami sedang menyiapkan petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan terkait pelarangan styrofoam ini,” tambah Hikmat.

Ketika diminta keterangan lebih detail, Hikmat menerangkan bahwa mekanismenya masih dipersiapkan dan rencana akan dipublikasikan pada hari Selasa, 18 Oktober 2016 di acara Bandung Menjawab yang akan dilangsungkan di Balai Kota Bandung.

Diwawancarai di tempat yang berbeda, Program Director Cleanaction Network, Hendro Talenta, mengapresiasi langkah Pemerintah Kota Bandung untuk melarang penggunaan kemasan makanan berbahan styrofoam ini. Namun Hendro sedikit menyayangkan pelarangan ini baru muncul meskipun kampanye pelarangan penggunaan styrofoam sudah dilakukan sejak tahun 2014.

“Penting sosialisasi yang baik dan sepakat bahwa styrofoam ini tidak baik untuk lingkungan,” ujar Hendro. Beberapa alasan kuat menghentikan penggunaan kemasan makanan dan minuman berbahan styrofoam, menurut Hendro, adalah karena waktu penguraian oleh alam yang sangat panjang serta nilai ekonomi dari limbahnya kecil sehingga sulit untuk didaur ulang.

Styrofoam dibuat dari campuran 90-95% polistirena dan 5-10% gas dengan menggunakan blowing agent seperti CFC (freon) yang merusak lapisan ozon. EPA dan WHO bahkan mengkategorikan proses pembuatan styrofoam sebagai penghasil limbah berbahaya ke-5 terbesar di dunia.

Hendro melihat bahwa tantangan terbesar dalam pelaksanaan larangan ini adalah polemik payung hukum kebijakan dan opini masyarakat yang sudah lebih dahulu antipati terhadap berjalannya larangan ini. “Perlu sosialisasi yang terus menerus ke masyarakat sehingga bisa memiliki persepsi yang sama,” tambahnya.

Walaupun begitu, dia tetap optimis bahwa larangan ini dapat berjalan dengan baik di Kota Bandung, dengan catatan bahwa mekanisme larangan diatur sedemikian rupa menjadi bertahap di beberapa wilayah kecil yang bisa menjadi percontohan setelah itu baru diatur mekanisme untuk mencakup wilayah yang lebih luas.

Tinggalkan komentar